Sabtu, 15 Januari 2011
Kangkung Air Sail
Kangkung adalah salah satu tumbuhan air yang hidup di perairan sungai Sail selain rumput dan enceng gondok, tetapi kankung bukan tumbuhan liar yang berada di perairan sungai, kangkung dengan sengaja di budidayakan oleh petani kangkung.Bapak Taruji adalah petani kangkung yang sukses yang telah mensarjanakan anak lelakinya di Universitas Riau.
Sebelas tahun yang lalu kangkung Pak Taruji di budidayakan di genangan air yang berada di sekitar bantaran sungai, yang memanfaatkan air pasang surut sungai Siak yang sampai kedalam aliran sungai Sail. Pada tahun 2005 dilakukan pengerukan dasar sungai Sail oleh pemerintah Pekanbaru sehingga bantaran sungai menjadi lebih tinggi, hal ini membuat Pak Taruji berpikir keras dalam membudidayakan kangkung air yang tidak lagi mendapat suplai air dari pengaruh pasang surut air sungai. Muncul ide membudidayakan kangkung langsung di aliran sungai, pada awalnya kangkung di ikat di tiang yang di tegakkan di aliran sungai namun belum dikatakan berhasil karena jika air sungai pasang maka kangkung akan tenggelam di dalam air sehingga tidak dapat di panen, namun hal ini tidak mematahkan semangat Pak Taruji untuk terus memegang jabatan sebagai petani kangkung. muncul ide baru, kangkung di budidayakan diatas rakit yang terbuat dari 2 batang bambu yang di ikat di tiang yang di tancapkan di sungai, inovasi ini mampu mengatasi masalah naik turunnya air di di sungai, karena rakit mampu mengikuti pergerakan air. Satu rakit menanggung beban kangkung seluas 2 m x 7-8 m rambatan kangkung.
Kangkung Pak taruji mampu menyuplai kebutuhan sayur di pasar Sail sebanyak 70 ikat perhari secara kontinu (Ready Stock), harga Kangkung Rp. 500/ikat yang dilepas ke pedagang Pasar Sail langganan Pak Taruji. Kangkung di panen pada siang hari sebelum zuhur dan sore hari sebelum maghrib.
Sebagai petani kangkung Pak Taruji merasa bangga dengan apa yang telah ia capai, sebelum membudidayakan kangkung Pak Taruji adalah pencari sifut di aliran sungai sail, dalam satu hari 30 kg sifut yang berhasil di kumpulkan dari sungai, harga sifut pada waktu itu adalah Rp. 5000/Kg yang dijual sendiri di pasar Kodim Pekanbaru, namun saat ini Pak taruji tidak lagi bisa mencari sifut, karena sifut-sifut itu telah menghilang tidak tau kemana, sangat sulit dicari, jangankan untuk di jual, untuk memenuhi kebutuhan keluarga saja sudah tidak bisa lagi, Kata Pak taruji sifut itu pergi setelah pembangunan rumah sakit yang berada lebih ke hulu dari tempat Pak taruji. Apakah nasib Kangkung sungai Sail akan sama dengan Nasib sifut sungai sail, atau apakah ini cobaan dari Tuhan terhadap Pak Taruji, hanya pemerintah yang tahu, saya rasa, tapi saya pikir Pak taruji lebih pintar.
Pak Taruji mulai sedikit mengeluh dengan kondisi air sungai yang selalu tidak baik, karena air sungai yang buruk mengganggu pertumbuhan kangkung, yang paling parah biasanya bila hujan lebat turun setelah satu minggu lebih tidak terjadi hujan di kota pekanbaru menyebabkab banyak sampah yang datang menghampiri rakit-rakit tempat kangkung tumbuh dan cairan seperti oli yang menempel di batang dan akar kangkung, hal ini menyebabkan kangkung air menjadi layu dan menguning sehingga tidak layak untuk di jual, kata Pak Taruji.Ternyata hama kangkung air Sail cukup unik bukan serangga atau ulat melainkan oli dan sampah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
2 comments:
Wah wah waaah ... rumah sakit itu jangan2 gak pake instalasi pengolahan air limbah. Gawat itu kalo memang benar. Bisa2 para konsumen kangkung di Pasar Kodim terkontaminasi penyakit dari rumah sakit itu.
Kalo gak salah itu rumah sakit tergolong mewah dan mahal yaa ...?
ya, rumah sakit adalah salah satu sumber pencemaran di sungai sail, belum lg dipengaruhi air pasang surut dari sungai siak, yang menyebabkan terjadi arus bolak balik di sungai sail.
untuk instalasi pengolahan air limbahnya belum di pastikan pengelolaannya seperti apa.
Posting Komentar