Begitu luasnya hingga ketika air surut hampir menghubungkan dua sisi Sungai Kampar. Beberapa kali perahu karet tim ekspedisi terpaksa tidak bisa dijalankan karena surutnya air sungai. Letak hamparan pasir di sungai ini pun dapat berpindah-pindah sewaktu-waktu. Menurut warga setempat kondisi ini kadang menyulitkan transportasi perahu, terutama bagi mereka yang tidak kenal alur pelayaran di wilayah ini. Berpindahnya alur pelayaran dan hamparan pasir ini dipengaruhi oleh gelombang pasang yang dikenal dengan istilah “bono”. Bono adalah gelombang pasang raksasa yang membawa serta pasir dan lumpur. Bono dapat menyapu apapun yang berada di sungai ini dengan kecepatan tinggi dan daya rusak yang hebat. Sekalipun berbahaya bagi pelayaran, namun fenomena alam menarik ini juga berpotensi sebagai atraksi wisata. Bono juga membuat pantai pasir yang dangkal di wilayah ini tampak indah.
Rabu, 16 Juni 2010
Akhir Perjalanan...
Begitu luasnya hingga ketika air surut hampir menghubungkan dua sisi Sungai Kampar. Beberapa kali perahu karet tim ekspedisi terpaksa tidak bisa dijalankan karena surutnya air sungai. Letak hamparan pasir di sungai ini pun dapat berpindah-pindah sewaktu-waktu. Menurut warga setempat kondisi ini kadang menyulitkan transportasi perahu, terutama bagi mereka yang tidak kenal alur pelayaran di wilayah ini. Berpindahnya alur pelayaran dan hamparan pasir ini dipengaruhi oleh gelombang pasang yang dikenal dengan istilah “bono”. Bono adalah gelombang pasang raksasa yang membawa serta pasir dan lumpur. Bono dapat menyapu apapun yang berada di sungai ini dengan kecepatan tinggi dan daya rusak yang hebat. Sekalipun berbahaya bagi pelayaran, namun fenomena alam menarik ini juga berpotensi sebagai atraksi wisata. Bono juga membuat pantai pasir yang dangkal di wilayah ini tampak indah.
Minggu, 13 Juni 2010
Hindari Bono, Tim Ekspedisi Sungai Kampar Bermalam di Teluk Binjai
Sabtu, 12 Juni 2010
Pelalawan; Dari Kerajaan Menjadi Kelurahan
Kamis, 10 Juni 2010
Bersakit-sakit Menyusuri Sungai Kampar
Rabu, 09 Juni 2010
Wisata Memancing diantara Mentulik dan Langgam
Hari keempat penyusuran Sungai Kampar Kiri melintas di sebuah wilayah sepanjang aliran sungai yang tak kalah menariknya dengan Gunung Sahilan. Menarik karena wilayah ini biasanya hanya dikenal oleh para hobbyist atau penggemar wisata memancing. Wilayah ini terletak diantara Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan, tepatnya antara Desa Mentulik dan Desa Rantau Baru. Wilayah panjang ini juga melintasi 2 sungai, yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar yang jadi sungai utamanya.
Sejak dari Mentulik, hampir setiap kali para aktivis menjumpai adanya kegiatan memancing. Ada yang memancing dari tepian sungai dan ada pula yang memancing dengan bantuan alat transportasi. Alat transportasi yang digunakan adalah perahu dayung,robin (baca: perahu motor), dan pompong atau perahu motor dari kayu yang berukuran lebih besar dari robin.
Salah seorang aktivis River Defender, Dodi Fadilah secara kebetulan juga seorang penghobi kegiatan memancing. Menurutnya wilayah ini telah lama dikenal sebagai daerah tujuan bagi para pemancing.
“Para pemancing umumnya menuju Mentulik, Singawek dan Langgam,” ujar Dodi menjelaskan.
Tak hanya pemancing lokal yang mengunjungi wilayah ini, tapi juga para pemancing profesional dari Pekanbaru. Para mancing mania asal Pekanbaru ini umumnya datang dengan peralatan pancing yang sangat lengkap untuk memancing selama 1-2 hari penuh.
Para aktivis ini berkesempatan untuk singgah di salah satu desa yang disebutkan oleh Dodi.
Desa itu bernama Singawek. Namun para aktivis sempat heran karena kampung disebutkan ternyata sebuah desa yang lengang dan nyaris tidak berpenghuni. Di sini yang tampak hanya reruntuhan rumah kayu, atau rumah kayu tak berpenghuni, dan sebuah mesjid yang telah lama ditinggalkan. Belakangan para aktivis baru mengetahui bahwa desa ini telah 12 tahun ditinggalkan oleh warganya karena banjir besar yang merendam seluruh desa. Warga Singawek lalu pindah ke tempat baru yang lebih aman. Tempat baru ini bernama Desa Gading Permai.
Untunglah akhirnya para aktivis sempat bertemu dengan dua orang warga Singawek. Mereka pun lalu berbincang dengan kedua warga Singawek tersebut. Adalah Pak Kaharudin, seorang lelaki tua berusia 60 tahun yang kemudian bercerita panjang lebar soal kegiatan memancing di sepanjang Mentulik hingga Langgam ini. Menurut Pak Kaharudin, Singawek selalu menjadi tempat tujuan wisata pancing. Begitu terkenalnya wilayah ini, hingga banyak pejabat pemerintah dari Pekanbaru yang datang melempar kail. Bahkan bekas gubernur Riau, Saleh Djasit juga pernah memancing di sini.
Mereka biasanya datang memancing pada hari Sabtu/Minggu atau hari libur. Aktivitas memancing ini umumnya bertambah ramai saat air sungai sedang surut. Mereka menyewa perahu maupun pompong dari warga Singawek. Harga sewanya tidak terlalu mahal. Untuk sebuah perahu dayung, uang sewanya selama sehari penuh hanya Rp 30.000. Sementara itu untuk sebuah robin, hanya Rp 100.000 per hari tanpa BBM. Jika ingin menyewa pompong karena berukuran lebih besar dan nyaman, para pemancing hanya butuh merogoh koceknya sebesar Rp 250.000 s/d Rp 350.000 per hari tanpa BBM.
Pak Kaharudin juga mengantar para aktivis River Defender untuk mengunjungi salah satu lubuk (tempat ikan) di kampung ini sambil memancing. Lubuk-lubuk ini biasanya selalu jadi titik pemancingan. Beberapa lubuk yang sering jadi titik pemancingan adalah Kuala Singawek, Teluk Sontok, Teluk Umbai, Teluk Gading, Teluk Mengkudu, Teluk Danau Paki, Kuala Langgai, Teluk Beringin, Teluk Pekuburan, Bakung, dan Lubuk Kuala Kampar.
Cukup banyak jenis ikan yang biasa menjadi target wisata pancing di Singawek. IkanBaung, Selais, Singgarat, Idung Budak, Kapiyek, dan Juoaro dapat dijumpai di sini. Jika beruntung, terkadang para pemancing dapat memperoleh ikan Tapah dan Patin berukuran besar di sini. Rudi Hartono (35 th), warga Singawek lain yang ditemui, mengatakan bahwa dua minggu lalu para pemancing yang datang rata-rata bisa mengangkat 5 kg ikan dari pancingnya.
Penuturan kedua warga Singawek ini tampaknya bukan isapan jempol belaka. Aliran Sungai Kampar Kiri di Singawek adalah wilayah yang selalu dijaga kelestariannya oleh warga setempat. Ninik Mamak setempat juga menetapkan sanksi yang berat pada orang-orang yang merusak wilayah sungai ini. Bahkan ada sebuah aturan yang melarang keras masuknya orang di luar warga desa untuk memasuki aliran Sungai Singawek. Ini adalah sebuah sungai kecil yang bermuara di Sungai Kampar Kiri. Bagi orang luar yang ingin memasukinya, maka ia haruslah memiliki saudara yang jadi warga Singawek dan sepengetahuan warga Singawek. Bagi warga Singawek sendiri, ditetapkan adanya retribusi sebesar Rp 1.000 setiap kali memasuki Sungai Singawek. Retribusi ini diperuntukkan bagi upaya pembangunan mesjid.
Ketika akhirnya tim ekspedisi Susur Kampar ini melanjutkan perjalanan, selalu saja berpapasan ataupun menjumpai para pemancing yang sedang beraksi dengan kailnya. Jadi, bagi para mancing mania yang ingin merasakan strike di sungai, coba lah ke Mentulik, Singawek, atau Langgam bro!!!
Selasa, 08 Juni 2010
Ikan, Madu dan Adat Gunung Sahilan
Madu yang jadi bahan utamanya telah dikenal luas sebagai obat dan minuman kesehatan. Saat kita meminum es madu, maka kita akan mendapatkan efek berganda, yaitu lepasnya dahaga serta kesehatan.
Mengais Rezeki Di Air Keruh
Seperti juga pengarungan di hari pertama, pengamatan, wawancara dan penelitian kualitas air juga dilakukan sepanjang perjalanan sejauh 50 kilometer ini.
Minggu, 06 Juni 2010
Hulu Kampar telah berubah
Apa yang anda bayangkan jika anda diminta turut serta dalam sebuah ekspedisi penyusuran sungai di Sumatera? Bagi yang belum paham benar mungkin yang terbayang adalah kawasan hutan lebat di kiri-kanan sungai yang diarungi. Begitu pun dengan saya. Saat saya diajak turut serta, saya membayangkan akan merasakan suasana hutan belantara yang terbelah oleh sungai. Setelah saya mencobanya … ternyata situasinya jauh berbeda. Suasana liar dan alami yang saya bayangkan ternyata hanya bayang2 semu.
Beberapa teman baik mengundang saya untuk terlibat dalam ekspedisi penyusuran Sungai Kampar di Propinsi Riau. Bagi saya ini adalah sebuah kesempatan langka yang saying jika harus ditolak. Ada kerinduan dalam diri saya untuk kembali bertualang. Tawaran bertualang di aliran sungai yang panjangnya ratusan kilometer ini akhirnya saya terima.
Sepanjang perjalanan saya selalu berharap dapat melintas diantara rerimbunan hutan tepian sungai. Namun harapan saya ternyata tidak terpenuhi. Sepanjang perjalanan saya hanya menyaksikan kondisi tepian sungai yang telah berubah menjadi kebun. Daerah tepian sungai ini tenyata sudah berubah. Nyaris tak ada satupun hutan yang saya temui. Sepanjang kiri-kanan sungai telah berubah menjadi kebun-kebun karet dan kelapa sawit. Saya belum melihat adanya hutan sama sekali. Tepi sungainya penuh dengan runtuhan tanah akibat terjangan arus air.
Air sungai yang di bagian hilirnya menjadi Sungai Kampar ini terlihat keruh oleh tanah dengan warna coklat susu. Seorang kawan anggota River Defender menyebutkan bahwa keruhnya air di sungai ini besar kemungkinannya disebabkan oleh meningkatnya aktivitas penambangan pasir dan batu (sirtu). Menurutnya kekeruhan air di bagian hilir lokasi penambangan selalu lebih tinggi dibandingkan hulunya. Hmmm … masuk akal juga saya rasa. Sepanjang penyusuran sungai hari ini saya menjumpai beberapa lokasi penambangan sirtu ini. Bahkan aktivitas penambangan ini dilakukan dengan menggunakan alat berat seperti excavator. Saya melihat sendiri betapa ganasnya alat keruk bermesin ini bekerja di tepian sungai.
Pengalaman menyaksikan aktivitas penambangan pasir di tepian Sungai Kampar ini masih belum seberapa. Beberapa saat setelah perahu kami merapat di Desa Rakit Gadang, kami langsung mendengar keluh-kesah warga setempat. Bukan soal keruhnya air. Tapi ini soal pencemaran bahan kimia berbahaya yang disebut merkuri. Sebuah anak sungai kecil yang mengalir ke sungai ini ternyata membawa bahan pencemar beracun ini. Sungai kecil itu bernama Sungai Sengingi. Warga setempat mengatakan bahwa racun tersebut berasal dari kegiatan penambangan emas di wilayah hulu Sungai Sengingi itu. Akibatnya kini warga setempat tak lagi dapat menggunakan air sungai untuk sumber air minum dan mandi. Banyak ikan yang mati keracunan dan banyak juga warga yang gatal-gatal terkena air tercemar itu.
[dituliskan oleh salah seorang anggota tim Susur Kampar]
Kamis, 03 Juni 2010
Purna MTQ Pekanbaru menjadi Saksi Pelepasan Tim Ekspedisi
Kantor di Jalan Nangka gg Subur di Pekanbaru ini –yang merupakan Kantor Hakiki- memang menjadi pusat kegiatan Ekspedisi Sungai Kampar, ekspedisi yang diinisiasi oleh Yayasan Mitra Insani,Telapak Badan Teritori Riau, Hakiki, dan AMAR, sebagai bagian dari upaya mewujudkan konsep Pengelolaan Sungai berbasis Potensi secara Integratif.
Hari ini, tepat 2 hari sebelum pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan bersempena dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Ekspedisi akan berlangsung selama 7 hari, diawali pada 5 Juni 2010 di Desa Batu Sanggan – Kampar Kiri Hulu hingga Desa Teluk Meranti – Semenanjung Kampar pada 12 Juni 2010. Tim teknis sedang sibuk-sibuknya memastikan segala perlengkapan, perijinan, dan segala kebutuhan untuk kegiatan ini dapat dipersiapkan dengan baik.
Akhwan ‘Wewen’ Binawan, Ketua Ekspedisi tengah mendiskusikan angka-angka budget kegiatan ini dengan Rahmad ‘Amek’ Sentosa. Mereka berdua nampak puas, dana kegiatan dengan ‘saweran’ini nampaknya akan mencukupi kebutuhan biaya ekspedisi. Lain halnya dengan Dedi dan Awang, yang sedang terlibat perdebatan terkait dengan kebutuhan logistik, serta Fatra dan Zen yang gaduh dengan simulasi ekspedisinya. Suasana yang ‘semrawut’ namun menyenangkan ini tentu teman-teman biasa temui menjelang deadline kegiatan.
Sebanyak 12 orang akan menjadi pelaksana ekspedisi ini, ditambah dengan dua orang tim support dari darat, dan seorang petugas di Pekanbaru yang akan menjadi benteng terakhir koordinasi dan tanggap darurat. Para penjelajah sungai ini akan melakukan petualangan sekaligus melaksanakan kampanye penyelamatan Sungai Kampar. Diskusi dengan masyarakat desa, serta pengamatan sosial, budaya dan ekologi akan menjadi agenda tim ekspedisi.
Pelepasan tim akan dilakukan di pelataran Gedung Purna MTQ Pekanbaru, pada Jumat (4/6) siang, setelah sebelumnya akan dilakukan konvoi tim ekspedisi untuk sosialisasi kegiatan ini dengan cara keliling kota Pekanbaru. Besar harapan, kegiatan ini akan menjadi titik awal upaya penyelamatan sungai
Nah, kita tunggu up-date harian dari kegiatan ini!!