Menyusuri Sungai Kampar dari wilayah hulu hingga ke hilir bukanlah hal mudah. Dari awal perjalanan tim ekspedisi harus menyusuri hulu Kampar dengan terseok-seok. Mesin tempel 2 tak bertenaga 40 PK tak selamanya dapat digunakan. Dayung pun harus dipakai jadi alat bantu. Air sungai begitu dangkal, hingga terkadang para aktivis River Defender harus turun dari perahu dan menyeretnya pelan-pelan agar tidak terantuk batu-batu di dasar sungai. Perjalanan di hulu pun jadi terasa sangat lama dan melelahkan. Berperahu dengan tenaga campur tarik ini berakhir di Kampung Rakit Gadang, Desa Lipat Kain. Perjalanan selanjutnya sudah berada di sungai yang dalam sehingga tidak ada lagi cerita menarik perahu.
Namun, ternyata kelegaan para aktivis tak berlangsung lama. Kali ini para aktivis harus dihadapkan pada kondisi peralatan transportasi mereka. Salah satu perahu karet mengalami kebocoran pada lunas dan bagian bawah haluannya. Sekalipun kebocoran ini tidak berakibat fatal pada keselamatan para aktivis, namun setidaknya beberapa kali perahu tersebut harus berhenti di tengah jalan. Kebocoran tak mungkin diperbaiki, maka yang harus dilakukan adalah memompanya. Kegiatan memompa ini terus dilakukan hampir setiap 30 menit sekali untuk menjaga stabilitas perahu saat mengarungi sungai.
Di perahu lain, situasinya tak jauh berbeda. Bukan badan perahunya yang bermasalah, tapi mesinnya. Mesin tempel ini terus ngadat selama dalam perjalanan. Mesinnya terbatuk-batuk, dan jika dimatikan sulit untuk dihidupkan kembali. Terkadang para aktivis harus menunggu 1-2 jam untuk memperbaikinya hingga dapat melanjutkan perjalanan. Beruntunglah salah satu anggota tim ekspedisi adalah seorang mekanik perahu motor. Dengan kepiawaiannya ia mampu memastikan mesin perahu tersebut terus melanjutkan perjalanan. Namun, ketika penyusuran sungai ini mencapai Jembatan Pangkalan Kerinci, malang tak dapat ditolak. Mesin perahu ini mati kembali dan harus dibawa ke sebuah bengkel perahu setempat. Kemalangan ini ternyata berkepanjangan karena akhirnya sang montir mem-vonis mesin perahu tidak layak pakai dan telah rusak parah. Para aktivis pun jadi terhenyak dengan kejadian ini.
Beruntunglah para aktivis masih tetap bersemangat untuk mensukseskan ekspedisi ini. Dalam sebuah briefing singkat di bengkel perahu, akhirnya para aktivis bersepakat meneruskan ekspedisi ini hingga akhir. Perjalanan dilanjutkan dengan cara menarik perahu karet yang bermasalah mesinnya, layaknya sebuah mobil derek yang sedang menarik mobil yang mogok.
Sekalipun perjalanan tetap dilanjutkan dengan semangat tinggi, namun kelelahan tak mudah disembunyikan oleh para aktivis River Defender ini. Perjalanan lima hari di bawah terik matahari Riau yang menyengat telah membakar kulit wajah mereka. Hidung dan dahi mereka berwarna merah-hitam dan kulitnya terkelupas. Kepala yang pening berdenyut-denyut karena sengatan matahari (heat stroke) pun terkadang membuat kondisi fisik mereka melemah. Topi dan penutup kepala kadang tak mampu melindungi sengatan matahari langsung.
“Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian. Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian”
Peribahasa ini lah yang mungkin jadi inspirasi dan penyemangat para aktivis River Defender. Sekalipun harus bersakit-sakit, kelelahan, dan menghadapi ujian berat, ekspedisi ini harus sukses. Mereka membayangkan saat dahulu kala dimana orang-orang Melayu Riau harus berdayung sampan di Sungai Kampar ini ke mana pun tujuannya. Tak hanya ke arah hilir seperti perjalanan ekspedisi ini, tapi bahkan ke arah hulu yang jauh lebih berat.
Temuan-temuan dan keramahan warga masyarakat di sepanjang aliran Sungai Kampar juga jadi penghibur dalam perjalanan ini. Sebagai contohnya, para aktivis River Defender dapat melihat langsung pengangkutan ribuan kubik kayu dengan tongkang raksasa dalam perjalanan hari kelima ini. Kayu-kayu tersebut akan dipergunakan sebagai bahan baku untuk industri kertas yang dioperasikan oleh PT. RAPP di Pangkalan Kerinci. Semoga saja ribuan kubik kayu ini tidak berasal dari kegiatan penebangan hutan besar-besaran yang dapat berdampak negatif pada kelestarian sungai.
0 comments:
Posting Komentar