Minggu, 13 Juni 2010

Hindari Bono, Tim Ekspedisi Sungai Kampar Bermalam di Teluk Binjai

Perjuangan sampai akhir. Slogan itu cocok dialamatkan kepada perjalanan hari terakhir Ekspedisi Sungai Kampar Tribun-River Defender.
TEPAT pukul 09.30, Jumat (11/6) tim ekspedisi kembali melanjutkan perjalanannya. Sebelum berangkat, dilakukan doa bersama yang dipimpin oleh seorang tetua masyarakat Pelalawan. Ini adalah perjalanan terakhir setelah tujuh hari menyusuri Sungai Kampar. Lancang perahu sudah menuju ke titik terakhir ekspedisi yaitu desa Teluk Meranti.
Sekalipun telihat lelah, namun anggota tim ekspedisi tetap semangat untuk menyelesaikan ekspedisi. "Tidak ada kata mundur, walaupun harus pake dayung!," seru Yoyon, salah seorang kapten perahu karet.
Yoyon adalah anak muda asal Bogor yang secara khusus datang ke Riau untuk terlibat dalam Ekspedisi Sungai Kampar. Ekspedisi ini diikuti oleh 14 orang aktivis River Defender dengan latar belakang berbeda-beda. Keprihatinan yang sama terhadap kondisi sungai, membuat mereka bergabung dalam River Defender.
Seorang aktivis yang lain, Dedi Panda mengatakan, "Walaupun saya harus libur berkerja, tapi demi masa depan sungai kita tak apalah".
Perjalanan hari ketujuh ini terasa lambat sekali. Perahu tidak dapat melaju kencang karena membawa beban yang cukup berat. Hanya satu mesin perahu yang digunakan untuk perjalanan ini. Beberapa menit selepas Pelalawan, ternyata tim ekspedisi kembali menghadapi masalah.
Bagian buritan perahu karet yang digunakan untuk menarik perahu karet yang lain ternyata nyaris terlepas. Syukurlah sang kapten segera mendeteksi hal ini. Akibatnya perahu pun harus kembali menurunkan kecepatannya.
Selama perjalanan tidak terlihat lagi aktivitas lalu lintas di sungai yang dulunya ramai dengan perahu, pompong dan kapal. Sepinya lalu lintas sungai ini karena tidak banyak lagi masyarakat yang menggunakan akses sungai. Telah ada jalan darat menuju beberapa tempat di wilayah hilir Sungai Kampar.
Beberapa kali perahu karet tim ekspedisi yang kandas di beting pasir. Beting pasir di wilayah hilir Sungai Kampar merupakan keunikan. Sulit untuk menebak lokasi betingnya karena letak beting tersebut sering berpindah-pindah. Jika kita tidak jeli melihat alur sungai, maka perahu kita akan kandas.
Menjelang malam perjalanan Tim Ekspedisi Sungai Kampar masih harus menempuh tiga jam lagi untuk sampai ke garis finish ekspedisi. Dengan hanya bermodalkan dua buah senter para aktivis River Defender ini tetap melanjutkan perjalanannya. Udara dingin mulai terasa, beberapa aktivis mulai mengantuk karena kelelahan dan perut yang mulai keroncongan.
"Dalam perjalanan malam seperti ini, saya membayangkan betapa tangguhnya orang-orang dulu yang hanya menggunakan perahu sederhana, dayung serta angin untuk menggerakkan perahu mereka menembus kegelapan," ujar Fatra, salah seorang aktivis River Defender.
"Ini mirip seperti cerita dalam lagu Lancang Kuning yang sangat melegenda," imbuh Fatra.
Tepat pukul 22.00, Tim Ekspedisi Sungai Kampar berlabuh di Desa Teluk Binjai. Para aktivis memutuskan untuk singgah di sini. Mereka mendengar kabar bahwa "bono" atau gelombang pasang besar akan terjadi tengah malam. Risiko perahu akan celaka terkena terjangan bono mendasari keputusan mereka, terlebih hanya satu perahu yang memiliki mesin.
Sekadar mengingatkan pembaca, ekspedisi diinisiasi oleh Yayasan Mitra Insani, Telapak Badan Teritori Riau, Hakiki, dan Aliansi Masyarakat Riau, serta didukung oleh harian Tribun Pekanbaru. Ekspedisi berlangsung selama tujuh hari, berakhir di Desa Teluk Meranti, Semenanjung Kampar, Kabupaten Pelalawan, 12 Juni.
Tim ekspedisi akan melewati 24 desa yang berada di pinggiran Sungai Kampar. Selama perjalanan nanti, mereka akan menginap di enam desa, yakni Desa Batu Sanggan, Desa Gunung Sahilan, Mentulik, Langgan, Desa Pelalawan dan terakhir Desa Meranti. Enam desa dipilih dengan alasan tertentu, khususnya kerusakan lingkungan yang terjadi disana.
Saat menginap inilah tim ekspedisi antara lain berdiskusi dengan warga tempatan dalam kampanye penyelamatan Sungai Kampar. Tim ekspedisi juga melakukan studi dengan meneliti bantaran sungai, kehidupan sosial masyarakat pinggiran sungai, ekologi hutan di sepanjang sungai, serta kualitas air sungai di beberapa titik. Semua ini nantinya akan menjadi masukan buat Pemprov Riau dalam mengelola lingkungan, khususnya sungai.
Sungai Kampar dipilih untuk kegiatan ini sebagai satu dari daerah aliran sungai (DAS) di Riau selain Sungai Siak, Sungai Rokan dan Sungai Indragiri,yang kurang mendapat perhatian dari pemerintah.
Sungai Kampar berada di dua kabupaten, yakni Kampar dan Pelalawan. Hulu Sungai Kampar sendiri berada di Provinsi Sumatra Barat, dengan panjang mencapai 413,5 kilometer dan kedalaman rata-rata 7,7 meter serta lebar rata-rata 143 meter. (*)

1 comments:

nelayan fiber boat mengatakan...

Mantab buat team expedisi River Defender..., Kapan team akan melakukan expedisi Sungai Siak ??.Sungai Siak juga udah tercemar oleh limbah kelapa sawit, Rumah tangga. Mudah-mudah laporan team dapat ditanggapai oleh pihak Pemda dan WALHI.. Bravo team RD

Posting Komentar