Senin, 22 November 2010
Mulung Perdana River Defender
Aksi mulung ini dilaksanakan dengan harapan dapat menggugah banyak pihak tidak hanya masyarakat yang berada di sekitar sungai namun seluruh komponen yang ada di Pekanbaru ini agar kiranya dapat peduli terhadap kondisi sungai yang ada di Pekanbaru. Karena kalau tidak ada kepedulian kita terhadap kondisi terkini sungai-sungai yang ada di Pekanbaru, pastinya di masa depan kita akan merasakan dampak buruknya. Memang untuk pertama kali aksi ini dilakukan, belum banyak yang dapat dilakukan, namun kalau tidak ada yang memulai lalu siapa lagi?
Agenda aksi ini akan menjadi agenda rutin River Defender yang fokus kepada penyelamatan sungai yang ada di Riau. Kami berharap, banyak pihak yang akan terlibat dalam melakukan kegiatan penyelamatan sungai ini.
Selasa, 16 November 2010
River Defender Ikuti Diklat Pramuwisata Riau 2010
Keikutsertaan River Defender dalam kegiatan Diklat Pramuwisata tersebut berdasarkan rekomendasi dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Propinsi Riau melalui Kabid Pemasaran Wisata. Karena menurut mereka, River Defender telah mampu mengembangkan salah satu potensi wisata yang ada di Riau yaitu Gelombang Bono yang ada di Teluk Meranti Kabupaten Pelalawan dengan mendatangkan para peselancar dunia yang berasal dari Perancis dan Brazil untuk berselancar diatas gelombang bono pada bulan September 2010 yang lalu. Dan kabarnya mereka akan datang kembali pada awal bulan Desember 2010 ini karena masih penasaran dengan gelombang bono yang ada pada bulan Setember.
Senin, 08 November 2010
Cerminan Kondisi Sungai Di Pekanbaru Tahun 2004
Sungai Senapelan, Sago dan Sail merupakan sungai yang terdapat di Kota Pekanbaru, dimana keberadannya sangat berperan penting sebagai daerah tampungan yang penting dalam daur hidrologi yang berasal dari daerah disekitarnya dengan berbagai kegiatan industri, pertanian, perkotaan dan lain sebagainya. Sungai sungai tersebut merupakan bagian dari sub Daerah Aliran Sungai (DAS) Siak, dimana aliran airnya bermuara pada Sungai Siak. Dengan demikian keberadaan sungai Senapelan, Sago dan Sail secara langsung akan mempengaruhi kondisi perairan Sungai Siak.
Kamis, 23 September 2010
Bono Not Dangerous But Pleasure
Minggu (5/9), River Defender menyambut kedatangan para surfer dari Prancis dan Brazil, mereka datang menggunakan pesawat garuda dari Prancis yang transit di Kuala Lumpur. Team surfer yang beranggotakan Antony Colas, Fabriece Colas, Patrick Audoy, Eduardo Bage’ dan Maxance Payras, berkeinginan untuk berselancar di atas Bono sungai Kampar selama beberapa hari sekitar 7-12 September 2010.
Pada malamnya team surfer bersama team River Defender berkunjung ke Yayasan Mitra Insani untuk berdiskusi terkait bono, walaupun terkendala dengan bahasa kami semua tetap berusaha saling mengerti dengan menggunakan bahasa internasional yaitu bahasa tangan, namun suasana diskusi terbentuk cukup hangat. Menurut Herbert sangat berbahaya untuk berselancar di bono karena gulungan gelombang bono tidak hanya air tetapi membawa lumpur dan pasir, ketakutannya adalah jika kita tenggelam maka akan sulit kita untuk keluar dari air. Menurut Patrick, gelombang bono memang menakutkan bagi sebagian orang tetapi bagi seorang surfer gelombang bono dapat memberikan kenikmatan tersendiri. Antony sangat yakin dengan apa yang akan dilakukan, karena dia sudah melakukan ini sudah hampir dalam sepuluh tahun ini kami sering berselancar di bono yang ada di beberapa Negara seperti di Brazil, China, Malaysia, Prancis dan lain-lain.
Rabu, 22 September 2010
Peselancar Dunia Arungi Bono di Semenanjung Kampar – Indonesia
Pesona gelombang pasang bono yang dimiliki kawasan Semenanjung Kampar ternyata mampu membius Antony Colas (Perancis), Fabriece Colas (Perancis), Patrick Audoy (Perancis), Eduardo Bage’ (Brazil), Maxence Fayras (Kameraman TV Calasa Perancis), keempat peselancar dunia ini memang merencanakan untuk mencoba berselancar diatas bono di kawasan Semenanjung Kampar Propinsi Riau. Sebelumnya mereka juga telah melakukan aktifitas yang sama di beberapa fenomena alam bono di beberapa tempat di belahan dunia. Seperti halnya Eduardo Bage’ peselancar asal Brazil ini, di negara asalnya juga terdapat bono namun ombak yang dihasilkan cenderung lebih besar. Pada kesempatan kali ini mereka disuguhkan dengan dengan ketinggian ombak sekitar ± 1,5 m. Menurut Akhwan Binawan selaku Koordinator River Defender, ia memang telah dihubungi oleh Anthony melalui situs jejaring sosial, untuk berkunjung ke Propinsi Riau. Namun Akhwan menjelaskan, bahwa bono di Kab. Pelalawan tersebut mencapai titik puncak ketinggian ombak pada sekitar bulan Desember nanti. Namun Antony menganggap ketinggian yang hanya berkisar 1,5m tersebut begitu berarti. Karena jadwal kedatangan yang berdekatan dengan perayaan Hari Raya Idul Fitri 1431 H, River Defender menurunkan personil sebanyak delapan orang, terdiri dari, Akhwan Binawan, Rahmad Sentosa Harahap, Dedi Admi, Arga Saputra, Sukarno, Suryadi Natalis, Yoyon Mujiono dan Q-Wienk. Masing-masing memiliki kemampuan di bidang operator boat, teknisi, dan penerjemah. Karena secara kebetulan Antony dan rekan-rekannya belum menguasai bahasa Indonesia secara fasih.
Rabu, 16 Juni 2010
Akhir Perjalanan...
Begitu luasnya hingga ketika air surut hampir menghubungkan dua sisi Sungai Kampar. Beberapa kali perahu karet tim ekspedisi terpaksa tidak bisa dijalankan karena surutnya air sungai. Letak hamparan pasir di sungai ini pun dapat berpindah-pindah sewaktu-waktu. Menurut warga setempat kondisi ini kadang menyulitkan transportasi perahu, terutama bagi mereka yang tidak kenal alur pelayaran di wilayah ini. Berpindahnya alur pelayaran dan hamparan pasir ini dipengaruhi oleh gelombang pasang yang dikenal dengan istilah “bono”. Bono adalah gelombang pasang raksasa yang membawa serta pasir dan lumpur. Bono dapat menyapu apapun yang berada di sungai ini dengan kecepatan tinggi dan daya rusak yang hebat. Sekalipun berbahaya bagi pelayaran, namun fenomena alam menarik ini juga berpotensi sebagai atraksi wisata. Bono juga membuat pantai pasir yang dangkal di wilayah ini tampak indah.
Minggu, 13 Juni 2010
Hindari Bono, Tim Ekspedisi Sungai Kampar Bermalam di Teluk Binjai
Sabtu, 12 Juni 2010
Pelalawan; Dari Kerajaan Menjadi Kelurahan
Kamis, 10 Juni 2010
Bersakit-sakit Menyusuri Sungai Kampar
Rabu, 09 Juni 2010
Wisata Memancing diantara Mentulik dan Langgam
Hari keempat penyusuran Sungai Kampar Kiri melintas di sebuah wilayah sepanjang aliran sungai yang tak kalah menariknya dengan Gunung Sahilan. Menarik karena wilayah ini biasanya hanya dikenal oleh para hobbyist atau penggemar wisata memancing. Wilayah ini terletak diantara Kabupaten Kampar dan Kabupaten Pelalawan, tepatnya antara Desa Mentulik dan Desa Rantau Baru. Wilayah panjang ini juga melintasi 2 sungai, yaitu Sungai Kampar Kiri dan Sungai Kampar yang jadi sungai utamanya.
Sejak dari Mentulik, hampir setiap kali para aktivis menjumpai adanya kegiatan memancing. Ada yang memancing dari tepian sungai dan ada pula yang memancing dengan bantuan alat transportasi. Alat transportasi yang digunakan adalah perahu dayung,robin (baca: perahu motor), dan pompong atau perahu motor dari kayu yang berukuran lebih besar dari robin.
Salah seorang aktivis River Defender, Dodi Fadilah secara kebetulan juga seorang penghobi kegiatan memancing. Menurutnya wilayah ini telah lama dikenal sebagai daerah tujuan bagi para pemancing.
“Para pemancing umumnya menuju Mentulik, Singawek dan Langgam,” ujar Dodi menjelaskan.
Tak hanya pemancing lokal yang mengunjungi wilayah ini, tapi juga para pemancing profesional dari Pekanbaru. Para mancing mania asal Pekanbaru ini umumnya datang dengan peralatan pancing yang sangat lengkap untuk memancing selama 1-2 hari penuh.
Para aktivis ini berkesempatan untuk singgah di salah satu desa yang disebutkan oleh Dodi.
Desa itu bernama Singawek. Namun para aktivis sempat heran karena kampung disebutkan ternyata sebuah desa yang lengang dan nyaris tidak berpenghuni. Di sini yang tampak hanya reruntuhan rumah kayu, atau rumah kayu tak berpenghuni, dan sebuah mesjid yang telah lama ditinggalkan. Belakangan para aktivis baru mengetahui bahwa desa ini telah 12 tahun ditinggalkan oleh warganya karena banjir besar yang merendam seluruh desa. Warga Singawek lalu pindah ke tempat baru yang lebih aman. Tempat baru ini bernama Desa Gading Permai.
Untunglah akhirnya para aktivis sempat bertemu dengan dua orang warga Singawek. Mereka pun lalu berbincang dengan kedua warga Singawek tersebut. Adalah Pak Kaharudin, seorang lelaki tua berusia 60 tahun yang kemudian bercerita panjang lebar soal kegiatan memancing di sepanjang Mentulik hingga Langgam ini. Menurut Pak Kaharudin, Singawek selalu menjadi tempat tujuan wisata pancing. Begitu terkenalnya wilayah ini, hingga banyak pejabat pemerintah dari Pekanbaru yang datang melempar kail. Bahkan bekas gubernur Riau, Saleh Djasit juga pernah memancing di sini.
Mereka biasanya datang memancing pada hari Sabtu/Minggu atau hari libur. Aktivitas memancing ini umumnya bertambah ramai saat air sungai sedang surut. Mereka menyewa perahu maupun pompong dari warga Singawek. Harga sewanya tidak terlalu mahal. Untuk sebuah perahu dayung, uang sewanya selama sehari penuh hanya Rp 30.000. Sementara itu untuk sebuah robin, hanya Rp 100.000 per hari tanpa BBM. Jika ingin menyewa pompong karena berukuran lebih besar dan nyaman, para pemancing hanya butuh merogoh koceknya sebesar Rp 250.000 s/d Rp 350.000 per hari tanpa BBM.
Pak Kaharudin juga mengantar para aktivis River Defender untuk mengunjungi salah satu lubuk (tempat ikan) di kampung ini sambil memancing. Lubuk-lubuk ini biasanya selalu jadi titik pemancingan. Beberapa lubuk yang sering jadi titik pemancingan adalah Kuala Singawek, Teluk Sontok, Teluk Umbai, Teluk Gading, Teluk Mengkudu, Teluk Danau Paki, Kuala Langgai, Teluk Beringin, Teluk Pekuburan, Bakung, dan Lubuk Kuala Kampar.
Cukup banyak jenis ikan yang biasa menjadi target wisata pancing di Singawek. IkanBaung, Selais, Singgarat, Idung Budak, Kapiyek, dan Juoaro dapat dijumpai di sini. Jika beruntung, terkadang para pemancing dapat memperoleh ikan Tapah dan Patin berukuran besar di sini. Rudi Hartono (35 th), warga Singawek lain yang ditemui, mengatakan bahwa dua minggu lalu para pemancing yang datang rata-rata bisa mengangkat 5 kg ikan dari pancingnya.
Penuturan kedua warga Singawek ini tampaknya bukan isapan jempol belaka. Aliran Sungai Kampar Kiri di Singawek adalah wilayah yang selalu dijaga kelestariannya oleh warga setempat. Ninik Mamak setempat juga menetapkan sanksi yang berat pada orang-orang yang merusak wilayah sungai ini. Bahkan ada sebuah aturan yang melarang keras masuknya orang di luar warga desa untuk memasuki aliran Sungai Singawek. Ini adalah sebuah sungai kecil yang bermuara di Sungai Kampar Kiri. Bagi orang luar yang ingin memasukinya, maka ia haruslah memiliki saudara yang jadi warga Singawek dan sepengetahuan warga Singawek. Bagi warga Singawek sendiri, ditetapkan adanya retribusi sebesar Rp 1.000 setiap kali memasuki Sungai Singawek. Retribusi ini diperuntukkan bagi upaya pembangunan mesjid.
Ketika akhirnya tim ekspedisi Susur Kampar ini melanjutkan perjalanan, selalu saja berpapasan ataupun menjumpai para pemancing yang sedang beraksi dengan kailnya. Jadi, bagi para mancing mania yang ingin merasakan strike di sungai, coba lah ke Mentulik, Singawek, atau Langgam bro!!!
Selasa, 08 Juni 2010
Ikan, Madu dan Adat Gunung Sahilan
Madu yang jadi bahan utamanya telah dikenal luas sebagai obat dan minuman kesehatan. Saat kita meminum es madu, maka kita akan mendapatkan efek berganda, yaitu lepasnya dahaga serta kesehatan.
Mengais Rezeki Di Air Keruh
Seperti juga pengarungan di hari pertama, pengamatan, wawancara dan penelitian kualitas air juga dilakukan sepanjang perjalanan sejauh 50 kilometer ini.
Minggu, 06 Juni 2010
Hulu Kampar telah berubah
Apa yang anda bayangkan jika anda diminta turut serta dalam sebuah ekspedisi penyusuran sungai di Sumatera? Bagi yang belum paham benar mungkin yang terbayang adalah kawasan hutan lebat di kiri-kanan sungai yang diarungi. Begitu pun dengan saya. Saat saya diajak turut serta, saya membayangkan akan merasakan suasana hutan belantara yang terbelah oleh sungai. Setelah saya mencobanya … ternyata situasinya jauh berbeda. Suasana liar dan alami yang saya bayangkan ternyata hanya bayang2 semu.
Beberapa teman baik mengundang saya untuk terlibat dalam ekspedisi penyusuran Sungai Kampar di Propinsi Riau. Bagi saya ini adalah sebuah kesempatan langka yang saying jika harus ditolak. Ada kerinduan dalam diri saya untuk kembali bertualang. Tawaran bertualang di aliran sungai yang panjangnya ratusan kilometer ini akhirnya saya terima.
Sepanjang perjalanan saya selalu berharap dapat melintas diantara rerimbunan hutan tepian sungai. Namun harapan saya ternyata tidak terpenuhi. Sepanjang perjalanan saya hanya menyaksikan kondisi tepian sungai yang telah berubah menjadi kebun. Daerah tepian sungai ini tenyata sudah berubah. Nyaris tak ada satupun hutan yang saya temui. Sepanjang kiri-kanan sungai telah berubah menjadi kebun-kebun karet dan kelapa sawit. Saya belum melihat adanya hutan sama sekali. Tepi sungainya penuh dengan runtuhan tanah akibat terjangan arus air.
Air sungai yang di bagian hilirnya menjadi Sungai Kampar ini terlihat keruh oleh tanah dengan warna coklat susu. Seorang kawan anggota River Defender menyebutkan bahwa keruhnya air di sungai ini besar kemungkinannya disebabkan oleh meningkatnya aktivitas penambangan pasir dan batu (sirtu). Menurutnya kekeruhan air di bagian hilir lokasi penambangan selalu lebih tinggi dibandingkan hulunya. Hmmm … masuk akal juga saya rasa. Sepanjang penyusuran sungai hari ini saya menjumpai beberapa lokasi penambangan sirtu ini. Bahkan aktivitas penambangan ini dilakukan dengan menggunakan alat berat seperti excavator. Saya melihat sendiri betapa ganasnya alat keruk bermesin ini bekerja di tepian sungai.
Pengalaman menyaksikan aktivitas penambangan pasir di tepian Sungai Kampar ini masih belum seberapa. Beberapa saat setelah perahu kami merapat di Desa Rakit Gadang, kami langsung mendengar keluh-kesah warga setempat. Bukan soal keruhnya air. Tapi ini soal pencemaran bahan kimia berbahaya yang disebut merkuri. Sebuah anak sungai kecil yang mengalir ke sungai ini ternyata membawa bahan pencemar beracun ini. Sungai kecil itu bernama Sungai Sengingi. Warga setempat mengatakan bahwa racun tersebut berasal dari kegiatan penambangan emas di wilayah hulu Sungai Sengingi itu. Akibatnya kini warga setempat tak lagi dapat menggunakan air sungai untuk sumber air minum dan mandi. Banyak ikan yang mati keracunan dan banyak juga warga yang gatal-gatal terkena air tercemar itu.
[dituliskan oleh salah seorang anggota tim Susur Kampar]
Kamis, 03 Juni 2010
Purna MTQ Pekanbaru menjadi Saksi Pelepasan Tim Ekspedisi
Kantor di Jalan Nangka gg Subur di Pekanbaru ini –yang merupakan Kantor Hakiki- memang menjadi pusat kegiatan Ekspedisi Sungai Kampar, ekspedisi yang diinisiasi oleh Yayasan Mitra Insani,Telapak Badan Teritori Riau, Hakiki, dan AMAR, sebagai bagian dari upaya mewujudkan konsep Pengelolaan Sungai berbasis Potensi secara Integratif.
Hari ini, tepat 2 hari sebelum pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan bersempena dengan Hari Lingkungan Hidup Sedunia. Ekspedisi akan berlangsung selama 7 hari, diawali pada 5 Juni 2010 di Desa Batu Sanggan – Kampar Kiri Hulu hingga Desa Teluk Meranti – Semenanjung Kampar pada 12 Juni 2010. Tim teknis sedang sibuk-sibuknya memastikan segala perlengkapan, perijinan, dan segala kebutuhan untuk kegiatan ini dapat dipersiapkan dengan baik.
Akhwan ‘Wewen’ Binawan, Ketua Ekspedisi tengah mendiskusikan angka-angka budget kegiatan ini dengan Rahmad ‘Amek’ Sentosa. Mereka berdua nampak puas, dana kegiatan dengan ‘saweran’ini nampaknya akan mencukupi kebutuhan biaya ekspedisi. Lain halnya dengan Dedi dan Awang, yang sedang terlibat perdebatan terkait dengan kebutuhan logistik, serta Fatra dan Zen yang gaduh dengan simulasi ekspedisinya. Suasana yang ‘semrawut’ namun menyenangkan ini tentu teman-teman biasa temui menjelang deadline kegiatan.
Sebanyak 12 orang akan menjadi pelaksana ekspedisi ini, ditambah dengan dua orang tim support dari darat, dan seorang petugas di Pekanbaru yang akan menjadi benteng terakhir koordinasi dan tanggap darurat. Para penjelajah sungai ini akan melakukan petualangan sekaligus melaksanakan kampanye penyelamatan Sungai Kampar. Diskusi dengan masyarakat desa, serta pengamatan sosial, budaya dan ekologi akan menjadi agenda tim ekspedisi.
Pelepasan tim akan dilakukan di pelataran Gedung Purna MTQ Pekanbaru, pada Jumat (4/6) siang, setelah sebelumnya akan dilakukan konvoi tim ekspedisi untuk sosialisasi kegiatan ini dengan cara keliling kota Pekanbaru. Besar harapan, kegiatan ini akan menjadi titik awal upaya penyelamatan sungai
Nah, kita tunggu up-date harian dari kegiatan ini!!
Selasa, 18 Mei 2010
Cerita dari Survey Jalur Ekspedisi
Hari Pertama.....
Malam minggu ini malam pertama dari kegiatan survey. Saya dan team survey menepi untuk membuat camp untuk istirahat sebelum melanjutkan perjalanan besok pagi....sempat diawali dengan mesin boat yg susah distater tp alhamdulillah kendala ini bisa diselesaikan.
Bagian logistik sibuk menyiapkan peralatan memasak untuk makan malam tapi ternyata air sungainya tidak bisa dipakai...dari awal sebetulnya sudah curiga karena sungai keruhnya lain. Dari cerita2 dgn masyarakat dipingir sungai kampar ini sungai mereka sudah tercemar oleh mercury akibat penambangan emas ilegal di anak2 sungai kampar. Miris sekali mendengar ini karena daerah ini masih masuk daerah hulu dari sungai kampar, terbayang saja berarti sampai kehilir kualitas airnya sudah rusak tidak layak dikonsumsi oleh makhluk hidup.
Karena kondisi ini terpaksa kami menggunakan air galon mineral....makam malam akhir siap
Besok team survey akan melanjutkan perjalanan menuju gunung sahilan...
Hari Kedua.....
Bangun jam 06.00 pagi disambut oleh kabut dan matahari menyingsing dari ufuk timur. sebahagian anggota tim masih ada yang tidur. Gendut (logistik) sibuk menyiapkan teh, diliat ketempat perahu karet ditambatkan ternyata terdampar karena air sungai surut. 4 orang anggota tim termasuk saya akhirnya pagi - pagi terpaksa main lumpur untuk mengevakuasi perahu ke sungai.....
setelah semua peralatan selesai dipacking dan disusun diperahu, tim melanjutkan perjalanan. setengah jam awal masih lancar - lancar saja, kemudian barulah masalah datang. mesin perahu (Yamaha 40 PK) ngulah lagi, digas kencang mesin mati....perahu hanya bisa berjalan lambat, kalah kencang dari perahu penangkap ikan yang hanya memakai mesin robin (mesin yg banyak dipakai penempel ban pinggir jalan). jarak 10 km ditempuh dalam waktu 4 jam. kemudian masalah baru muncul, mungkin karena panas lem perahu karet memuai sehingga sambungan perahu bocor..perjalanan tetap dilanjutkan dengan sesekali perahu dipompa.
sepanjang pinggiran sungai banyak dijumpai rumah - rumah tempat pencari ikan bermalam. dipinggiran sungai juga berjejer perkebunan sawit...langsung berbatasan dengan bibir sungai tanpa ada zona hijaunya..
di desa subarak tim berhenti untuk menyebarkan leflet. sore hari kami baru sampai di desa Gunung Sahilan, setelah menyebarkan leflet dan minum yang dingin - dingin diwarung dekat pinggir sungai kami melanjutkan perjalanan.
kami baru berhenti untuk makan malam dan membuat camp pada jam 00.30 Wib di dekat desa Rantau Kasih.setelah makan malam tim berdiskusi dengan kondisi permasalahan yang ada, kesimpulan akhir perjalanan survey terpaksa harus dihentikan melihat kondisi mesin yang ngadat terus dan perahu bocor...mengecewakan memang karena tidak berhasil menyelesaikan misi ini...
Hari Ketiga...
packing sambil menunggu kendaraan jemputan....jam 12 siang kami bergerak menuju kepekanbaru...
Selasa, 11 Mei 2010
25 Hari Menuju Susur Sungai Kampar - Riau
Ya, Sungai Kampar memang nyaris tak terdengar dibandingkan Semenanjung Kampar yang ngetop itu. Padahal, sungai inilah yang membatasi akses bagian selatan dari Semenanjung Kampar. Belum lagi jika dilihat potensi lingkungan DAS yang masih relatif terjaga dan kelengkapan aspek yang ada menjadi modal besar menuju pengelolaan sungai berbasis potensi secara integratif. Dengan panjang Sungai Kampar yang mencapai lebih dari 450 km -membentang di 2 kabupaten dimana melintasi tak kurang dari 47 desa- menjadikan sungai ini sebagai urat nadi kehidupan sosial-ekonomi-budaya masyarakat yang hidup di alirannya. Apalagi, inisiasi hutan desa yang juga sedang difasilitasi Telapak berada di hulu (Pangkalan Kapas) dan hilir (Teluk Binjai) sungai ini.
25 hari menuju kegiatan petualangan bernuansa lingkungan! Akan diawali dari Pangkalan Serai/Batu Sanggan di Kawasan Suaka Margasatwa Bukit Rimbang dan Bukit Baling. Maka perjalanan awal ini akan melalui aliran sungai jernih dengan jeram-jeramnya yang menggoda untuk diarungi. Belum lagi bentang alam yang menyajikan pemandangan yang tentu tak akan membosankan untuk dinikmati. Namun bagi penikmat ikan, harus hati-hati jika memancing, jangan sampai melempar umpan di ‘Lubuk Larangan’ yang memang banyak terdapat di kawasan ini.
Lepas dari kawasan Rimbang Baling, maka Gunung Sahilan menunggu. Desa dengan tapak kerajaan masa lalu yang masih bisa dibuktikan sisa-sisa peninggalannya, akan memberikan sensasi berbeda! Setelahnya, berderet-deret desa dengan potensi ikan, karet dan wisata mancingnya, sebelum nanti (singkatnya) akan bertemu dengan BONO, gelombang air sungai akibat pertemuan air sungai dan pasang air laut di Teluk Meranti yang bergemuruh itu (Wah, bakalan panjang tulisannya, oleh karenanya akan dibuat terpisah saja).
25 hari menuju Kampanye Penyelamatan Sungai! Pertemuan dengan masyarakat akan dilakukan di beberapa desa di aliran sungai ini. Penyebaran informasi terkait sungai dan kepentingannya, pemutaran film-film lingkungan, dan pengamatan aspek sosial, ekonomi, dan budaya, serta lingkungan akan menjadi bahan kampanye bagi masyarakat luar tentang betapa pentingnya DAS ini.
25 hari menuju kegiatan dalam rangka Hari Lingkungan Hidup! 5 Juni memang menjadi momentum pelaksanaan kegiatan ini. Hingga saat ini, telah diinisiasi River Defender, sebuah kelompok yang berkomitmen untuk melakukan penyelamatan Sungai
(http://www.facebook.com/home.php?#!/group.php?gid=115181581855422), pun bisa dilihat di http://www.kamparriverdefender.blogspot.com. Minggu ini, survey akan dilakukan di beberapa titik utama pelaksanaan, bersamaan dengan finalisasi komitmen media (surat kabar, radio, dan televisi) untuk penyebaran proses kegiatan, dan penggalangan dukungan para pihak lainnya untuk kegiatan ini.
Siap-siap..... Tim Kampar River Defender akan dilepas secara resmi pada 3 Juni 2010 di halaman Kantor Gubernur Riau!
Jumat, 07 Mei 2010
Ekspedisi Sungai Kampar
didalam ekspedis ini, team ekspedisi ingin memotret kondisi hulu sampai hilir sungai kampar, dari segi sejarah,sosial ekonomi dan ekologi. team ekspedisi ingin mengangkat nilai-nilai penting sungai kampar dalam kehidupan masyarakat riau.